Penulis: Ghina Muthmainnah | Editor: Muhimma Aini Rahayu
Situasi mal sangat padat. Semua kalangan dari anak kecil sampai orang tua pun turut memenuhi nyaris setiap sudut gedung. Mereka berburu diskon besar-besaran yang hanya muncul pada saat lebaran. Dari kejauhan aku melihat sepasang suami istri dengan lima anaknya, sedang sibuk memilih baju yang cocok untuk mereka. Sedang di sudut lainnya, ada anak dan ibu yang mencoba sepatu, mereka terlihat berdebat soal motif sepatu yang akan mereka beli.
Lebaran tak dapat dipungkiri merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh umat Islam. Sebab ia adalah sebuah reward atau penghargaan setelah kita menahan lapar, haus, dan nafsu di bulan Ramadan. Makanya, banyak dari kita memasak masakan yang banyak sampai mengundang semua keluarga dan kerabat untuk datang berkunjung.
Biasanya pada momen lebaran ini, sebagian orang pulang ke kampung halamannya dan berkumpul di rumah nenek. Suasana itulah yang sangat dirindukan oleh kakek dan nenek yang jauh dari anak-cucunya. Suasana ini juga yang dapat mempererat tali silaturahmi antar keluarga. Biasanya ketika lebaran, nenek atau orang yang lebih tua dan mempunyai pekerjaan akan membagi uang THR kepada anak-anak kecil yang berpuasa penuh pada bulan Ramadan. Bagian inilah yang paling ditunggu oleh mereka.
Lebaran, juga identik dengan baju baru, sampai-sampai kita sering mendengar ungkapan, “Tidak lebaran namanya jika tidak punya baju baru”. Sebagian orang bahkan menjadikan hari lebaran sebagai ajang adu outfit. Sampai-sampai demi style kekinian, ada saja dari mereka yang tidak menutup auratnya dengan sempurna. Bukannya 10 hari terakhir memenuhi masjid, kebanyakan orang malah memenuhi mal dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya. Mereka sibuk mencari baju baru dan tidak lagi mengikuti sholat tarawih. Aku adalah salah satunya.
Terdapat satu toko yang berhasil mencuri perhatian ketika aku berkeliling mal. Sebuah baju yang terpajang di depan toko itu seakan-akan memanggil dan menyuruhku singgah untuk melihatnya. Ternyata itu adalah salah satu pakaian yang viral di TikTok, baju shimmer-shimmer.
Nampaknya aku tertarik dengan baju tersebut, apalagi setelah melihat tulisan diskon yang tertera di sana. Yang tadinya seharga dua juta rupiah menjadi satu juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu delapan ratus sembilan puluh sembilan rupiah. Kapan lagi, kan? Di satu sisi aku merasa sangat bimbang untuk membelinya. Karena dengan harga yang sama, aku sudah bisa membeli dua pasang baju di toko sebelah.
Ketika sedang menimbang-nimbang, mataku tertuju kepada iman yang terpajang di samping baju viral itu. Harganya jauh lebih murah dibanding baju yang kuinginkan. Iman itu dijual seharga lima ribu rupiah, sama nilainya dengan uang parkir yang kukeluarkan ketika berbelanja di supermarket. Hal ini malah membuatku semakin dilema karena aku mempunyai tiga pilihan. Dua pilihan saja sudah membuat dilema, apalagi tiga?
Setelah berpikir cukup panjang, aku memilih untuk membeli baju shimmer-shimmer yang seharga satu juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu delapan ratus sembilan puluh sembilan rupiah itu. Saat ini aku membutuhkan baju shimmer-shimmer itu untuk dipakai pada saat lebaran nanti, toh itu juga salah satu baju yang viral di masa sekarang. Aku kan juga gak mau ketinggalan tren. Lagi pula menurutku iman juga bukanlah hal yang mendesak untuk dibeli, aku bisa membelinya setelah lebaran atau di hari-hari lainnya.
Aku kemudian bergegas ke rumah, kakiku sudah tidak sanggup lagi mengelilingi mal yang luas ini. Sesampainya di rumah, aku merasa ada yang kurang. Ah ya, hampir saja aku lupa membeli jilbab dan printilannya. Agaknya belum sempurna jika baju yang dikenakan sudah bagus tapi tidak punya printilan.
Aku pun membuka aplikasi TikTok karena sepertinya jilbab dan printilan-printilannya akan aku beli di TikTok shop saja. Sembari aku menggulir linimasa dan memilih jilbab mana yang ingin kubeli, kutemukan live seorang influencer yang sedang menjual iman. Harga iman yang ia jual di TikTok ini sama dengan yang ditawarkan toko yang ada di mal. Bedanya, di TikTok ini peminat iman lebih banyak. Hal ini lantas membuatku kembali berpikir seribu kali, apa aku harus ikut membelinya?
Tentu ini pilihan yang sangat rumit. Akan tetapi kali ini, aku tetap memilih untuk membeli jilbab dan aksesoris lainnya dibanding iman. Tidak mungkin, kan, ketika lebaran aku cuma memakai pakaian biasa ditambah dengan iman yang tidak memiliki daya tarik apapun. Setelah check out jilbab dan aksesoris, aku membayarnya lewat aplikasi pembayaran.
Aku memikirkan iman yang ada di toko dan di TikTok tadi. Apakah keputusanku sudah benar dengan memilih membeli baju dan aksesorisnya daripada iman? Agak resah juga rasanya. Ah, tapi daripada aku terus bertanya-tanya mungkin aku bisa mencoba baju dan aksesoris tersebut agar tidak ada penyesalan.
Aku mencoba baju baru beserta printilannya sambil berkaca di depan cermin sembari memperhatikan diriku dengan saksama. Dan, yap … menurutku ini perpaduan yang sangat bagus. Aku merasa jauh lebih cantik dan percaya diri. Sepertinya tidak akan ada orang yang bisa menyaingi style-ku pada saat lebaran nanti.
Aku membayangkan jika hari lebaran telah tiba. Pasti semua mata akan tertuju padaku karena pakaian yang aku kenakan. Bukan hanya itu, aku juga menunggu momen ketika berkumpul dengan keluarga di ruang makan bercanda gurau. Tidak lupa THR yang akan aku peroleh dari kakek-nenek, om-tante dan keluarga lainnya.
Menjelang lebaran, aku memutuskan untuk pergi ke spa untuk memanjakan dan membersihkan diri. Buat apa penampilan sudah cantik tapi badan tidak terurus? Pokoknya aku harus kelihatan sempurna. Bayangkan jika ada keluarga yang menegurku karena ada aroma tidak sedap yang tercium dari tubuhku, mau aku simpan di mana mukaku yang cantik ini?
***
Akhirnya saat yang aku tunggu-tunggu telah tiba, hari lebaran. Untungnya aku sudah mandi sebelum subuh, jadi setelah sholat aku bisa langsung bersiap-siap. Setelah semua aksesoris terpasang, aku melihat diriku di cermin besar yang terletak di sisi kanan kamarku. Penampilanku sudah sangat cantik dan sempurna. Aku pun melangkahkan kaki keluar kamar menemui keluargaku dan kami bergegas ke lapangan untuk melaksanakan salat Idulfitri.
Sesampainya di lapangan, suara takbiran bergema di mana-mana. Suasana di lapangan sangat ramai. Penjual balon ramai diminati anak kecil. Semua orang bahagia memakai pakaian terbaiknya. Namun, ketika melihat sekeliling aku merasa aneh dengan pakaian yang aku kenakan. Aku justru melihat iman di mana-mana. Ada yang memakainya sebagai penghias baju, ada yang memakainya sebagai hiasan di kepala, ada juga yang menentengnya di tangan. Iman menempel di tubuh semua orang. Di manakah gerangan mereka membeli semua itu? Lalu aku bertanya kepada salah seorang yang menggunakan iman.
“Di mana kamu membeli iman itu?” kataku.
“Di live TikTok. Salah satu ustaz muda mengobralnya dengan murah. Harganya cuman seribu,” jawabnya.






