BeritaFeatureInfo BeritaInvestigasiMasisirWawancara

Waspada Mediator Bodong, Menjebak Niat Mulia dengan Iming-Iming Palsu

Pendaftaran Universitas Al-Azhar kini tinggal hitungan bulan. Euforia para calon mahasiswa baru (Camaba) pun mulai menghangat. Di media sosial seperti Instagram, TikTok, hingga grup WhatsApp, arus informasi soal pendaftaran, kelengkapan dokumen, hingga jasa keberangkatan ke Mesir makin marak bermunculan. Semuanya berlomba-lomba menjadi yang tercepat memberi jalan menuju Al-Azhar.

Bukan tanpa alasan, Al-Azhar punya tempat istimewa di hati para pelajar Islam Indonesia. Buktinya, tercatat saat ini jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir telah mencapai 16.000-17.000 orang. Dan tidak bisa dipungkiri persentase angka itu akan terus meningkat setiap tahunnya.

Kampus ini pun terbuka lebar bagi pelajar asing, termasuk pelajar dari Tanah Air. Persyaratan administrasinya tergolong sederhana, cukup ijazah muadalah dari sekolah terakreditasi dan surat rekomendasi dari Kementerian Agama. Dua hal itu sudah bisa menjadi tiket awal untuk mencicipi kuliah di Negeri Seribu Menara.

Keterbukaan Al-Azhar itulah yang mendapat sambutan baik oleh agen-agen keberangkatan. Dengan sebutan populer “mediator keberangkatan”, mereka bermunculan sebagai jembatan antara calon mahasiswa dan keruwetan birokrasi, menawarkan kemudahan urusan, mulai dari pengurusan dokumen, bimbingan belajar, sampai pendampingan selama di Mesir.

Sayangnya, tidak semua mediator datang dengan niat yang tulus. Ada yang memang profesional, tapi tak sedikit pula yang justru mencederai amanah. Alih-alih mendampingi secara utuh, mereka hanya fokus pada satu hal: memberangkatkan sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, lalu lepas tangan.

Berangkat dari isu ini, Wawasan mencoba mendatangi beberapa kekeluargaan mahasiswa Indonesia di Mesir sebagai komponen masyarakat yang paling sering bersinggungan dengan persoalan mediator ini. Kekeluargaan-kekeluargaan ini berperan dalam mengoordinasikan para Camaba yang luntang-lantung di Mesir sebab ditelantarkan, dengan mencarikan tempat tinggal dan teman untuk melakukan pendampingan ulang para Camaba agar dapat menuntut ilmu di Mesir dengan baik dan benar.

Mediator Bodong, Indikasi Penipuan dan Ketidakompetenan

Dalam sebuah wawancara dengan Muhammad Nabil Muyassar, Wakil Gubernur Keluarga Mahasiswa Nusatenggara dan Bali (KMNTB) Mesir, terungkap kasus nyata yang menimpa beberapa warganya. Ia mengungkapkan banyak pelajar yang dijanjikan langsung kuliah di Al-Azhar, tapi begitu tiba di Mesir, malah dialihkan ke tangan mediator lain, yang mana ia sama sekali tidak kenal dengan orang-orang yang ada di mediator tersebut. “Statusnya nggak jelas, dan dia terkatung-katung,” ungkapnya.

Kenyataan pahit itu tak berhenti di sana, Nabil juga mengangkat beberapa keluhan warganya yang terlanjur dijebak oleh pihak mediator. Keluhan tersebut berkaitan dengan pembayaran yang tidak sebanding dengan pelayanan dan fasilitas yang para Camaba dapatkan. “Uang yang dibayarkan bisa jutaan rupiah, tapi biasa fasilitas tak sesuai janji,” jelas Nabil.

Ia pun memberikan contoh masalah kecil seperti urusan makan, di mana tak jarang mediator mengklaim sudah menyiapkan prasmanan yang cukup untuk makan dua kali sehari, tapi ternyata sudah ludes dalam sekali makan.

Sejalan dengan hal di atas, Ponggawa Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) Mesir, Muhammad Fadly Syah, mengeluhkan hal yang sama terkait permasalahan mediator ini. Sama dengan Nabil, Ponggawa KKS menambahkan skema yang ia baca selama mengurus para korban “mediator bodong”. Di mana pihak mediator biasanya menutup semua opsi lain agar pelajar merasa tak punya pilihan.

“Anak-anak yang baru lulus aliah dijanji bahwa setelah tiba di Mesir, mereka akan masuk ke Ma’had selama satu tahun, lalu kuliah. Kata mereka, itu satu-satunya jalan yang bisa ditempuh jika ingin berkuliah. Dan sasaran yang paling empuk biasanya orang pedalaman,” ungkapnya saat wawancara bersama Wawasan.

Fadly melanjutkan, praktik manipulatif yang jamak dilontarkan adalah skema iming-iming langsung kuliah dan berasrama setibanya di Mesir. Akan tetapi, tak jarang mereka dipindahtangankan ke mediator lain, seolah hanya barang kiriman yang dilempar ke tangan berikutnya. Berangkat dari fenomena ini, kompetensi serta kematangan konsep dari si mediator itu sendiri menjadi tanda tanya besar.

Tak hanya itu, Ponggawa KKS mengungkap dugaan penipuan terang-terangan yang dilakukan oleh oknum mediator. Salah satunya menyeret nama mediator Salman Al-Farisi. Permasalahan yang didapati Fadly saat berkunjung ke sana ialah adanya penyatuan syaqqah (Red: rumah) antara pria dan wanita, di mana untuk tipikal asrama bertajuk keagamaan, fenomena ini tentu tidak relevan, justru sangat bertolak belakang.

Ia juga menambahkan bahwa keterikatan anak-anak yang masuk di mediator tersebut, tidak bisa dilepas. Disebabkan adanya surat perjanjian terikat antara pihak mediator dan pelajar.

Imbauan untuk para Camaba dan Orang Tua Camaba

Berangkat dari permasalahan ini, beberapa Gubernur yang telah diwawancarai tersebut mengimbau agar bijak memilih mediator keberangkatan. Hal ini ditekankan bukan hanya untuk para Camaba saja, melainkan juga termasuk para orang tua Camaba itu sendiri. Dalam hal ini adalah melakukan kembali crosscheck terhadap mediator keberangkatan yang menawarkan sarana kelulusan pendaftaran di Al-Azhar.

Camaba beserta orang tua sebaiknya tidak mudah tergiur akan tawaran ataupun garansi kelulusan, juga dengan janji-janji langsung masuk kuliah dan pendampingan keasramaan yang dipaparkan oleh para mediator. Sebaliknya, mereka perlu melakukan peninjauan ulang terhadap rekam jejak dari setiap mediator yang akan didaftari.

Lebih lanjut, di sela-sela wawancara, pihak kekeluargaan juga mengimbau sekaligus berharap agar hubungan antar mediator yang tidak terafiliasi dan kekeluargaan pelajar bisa dibangun secara lebih terbuka dan sistematis. Hal ini secara detail disinggung oleh Nabil, Wakil Gubernur KMNTB.

“Para pelajar mesti diperkenalkan dengan kekeluargaannya sejak awal. Karena ketika ada masalah, mereka pasti akan kembali ke rumah besar ini,” tutur Nabil.

Sejalan dengan itu, Fadly selaku Ponggawa KKS juga berpesan kepada para Camaba untuk memastikan sumber informasi yang diperoleh. Ia juga berpesan bahwa informasi yang akurat bisa ditemukan dari organisasi pusat seperti Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA), atau organisasi daerah seperti Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) yang ada di Sulawesi Selatan.

Reporter: Muhammad Alwi Agung

Editor: Asdimansyah M.

  • Muh. Alwi Agung

    Mahasiswa jurusan Syariah Islamiyyah di Universitas Al-Azhar, Mesir. Aktif jadi pasukan biru navy di Wawasan sejak 2024-2026, sekaligus sebagai pemimpin redaksi 2025-2026. Ahlan berteman di Instagram alwiagung_

    Lihat semua pos

Artikel Terkait

Beri Komentar