Breaking News
Loading...

Minggu, 30 Oktober 2022

Sang Pemimpin

Oleh: Jundullah Almudatsir 

Ilustrasi seorang pemimpin (Sumber: finansialku.com)

        Zaman adalah sandaran di mana semua kalangan berlomba untuk menyesuaikan diri tanpa mengerti akibat dan dampak yang ditimbulkan dari problematika sosial, sehingga dapat menodai makna dari perkembangan zaman itu sendiri. Melihat hal tersebut, pemuda sebagai garda terdepan harus bisa menggerakkan roda pemikiran yang berputar dalam dirinya. Namun, semua itu bisa terjadi tak hanya dengan bermodalkan semangat, akan tetapi harus dibarengi oleh nilai-nilai moral dan pola pikir yang baik sehingga menuju kepada hakikat dari kedewasaan. Pepatah Arab mengatakan:                                                                                                                        

 شبان اليوم رجال الغد

“Pemuda hari ini adalah pemimpin di esok hari.”

Berbicara tentang pemuda tentu tidak lepas dari jiwa kepemimpinan, entah menjadi seorang pemimpin untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan menjadi pemimpin untuk masa depan bangsa Indonesia. Sejarah telah mencatat, pada tahun 1942 Jepang menjajah Indonesia. Mereka merampas kekayaan alam, bahkan memperbudak pribumi. Maka saat itulah kobaran semangat para pemuda sangat diuji. Rasa semangat mereka memperjuangkan tanah air dari generasi ke generasi menimbulkan kepercayaan dan mentalitas para kawula muda, terutama para santri yang berasaskan Alquran dan Sunah. Mereka maju melawan kolonialisme Jepang yang sangat merugikan bangsa tanpa ada rasa takut sedikitpun.

Ketika mereka dijajah, apa respon yang mereka lakukan? Apakah mereka takut? Atau bersembunyi dibalik ketakutan atas penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Jepang? Para Kyai dan Ulama lah yang menjadi saksi akan syahidnya para kawula muda yang semangat memperjuangkan bangsa Indonesia tanpa mengenal ras, suku, dan budaya. Bersumpah atas nama yang Mahakuasa untuk mempertahankan bangsa agar terbebas dari belenggu penjajahan dengan bermodalkan cinta Tanah Air. Bumi menjadi saksi dari cucuran darah para pejuang yang notabenenya adalah para pemuda yang tak kenal gentar apalagi takut akan kematian.

                Mungkin kita pernah mendengar peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, di mana-mana para pemuda menjadi tokoh penting dalam terlaksananya hari pembacaan naskah proklamasi sebagai bukti terlahirnya bangsa Indonesia yang terbebas dari belenggu penjajahan. Pada waktu itu terjadi sebuah peristiwa yang dipimpin langsung oleh Chairul Shaleh. Mereka menculik tokoh-tokoh Proklamator seperti Soekarno dan Moh. Hatta dengan maksud menjauhkan keduanya dari pengaruh Jepang.

Dalam kurung waktu yang dekat, Jepang menerima kekalahan tanpa syarat kepada sekutu pada perang dunia kedua. Awalnya, kekalahan ini ingin dirahasiakan dari Indonesia. Akan tetapi mengalami kegagalan karena kabar itu didengar oleh Sutan Syahrir. Kesempatan ini dimanfaatkan Chaerul Shaleh untuk segera diumumkannya naskah proklamasi, namun ternyata ditolak oleh Soekarno dan Moh. Hatta karena proklamasi harus melalui sidang PPKI.

Ketegangan dikarenakan proklamasi ini terus berlanjut, sampai muncul kawula muda bernama Shodanco Singgih dengan tegas menyerukan agar proklamasi harus segera di realisasikan. Mendengar desakan ini, Soekarno akhirnya menyetujuinya dan segera menyusun naskah yang akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada dasarnya, perbedaan ini terjadi antara golongan tua dan golongan muda menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia

Jauh sebelum peristiwa Rengasdengklok, kita bisa melihat kembali pencapaian emas dari para pemuda sebelum kemerdekaan diresmikan. Pada tanggal 15 November 1925, diadakanlah Kongres Pemuda I yang merupakan titik awal dari bersatunya para pemuda Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Ide ini diselenggarakan oleh Persatuan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi yang mencakup seluruh pelajar Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober 1928, diadakan Kongres Pemuda II, tokoh yang sangat berperan dalam rapat ini adalah Mohamad Yamin, yang membuat intisari dari hasil keputusan rapat hingga lahirlah sumpah yang kita kenal dengan “Sumpah Pemuda” dalam ejaan yang telah disempurnakan, yang berbunyi:

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Pemuda adalah fase di mana seseorang sedang dalam gejolak semangat yang berkobar dalam dirinya. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka tidak menempatkan semangat itu pada tempatnya. Apakah mereka lupa akan perjuangan para pendahulu mereka? Tentu tidak. Mungkin kurangnya pendidikan dan doktrin yang keras dari para orang tua dan yang paling penting adalah mereka melupakan norma norma agama tentang pergaulan antar sesama.

 Banyak dari kita, ketika melihat pergaulan dari pemuda zaman milenial ini, tidak tergerak hatinya untuk saling menasihati dan menegur dalam hal-hal yang seperti ini. Bahkan mirisnya, yang terjadi adalah kebanyakan para pemuda diperbudak oleh hawa nafsu yang sangat bertolak belakang dengan Alquran dan hadis-hadis Nabi. Terlalu mengidolakan artis Korea bahkan sampai rela menghabiskan uang untuk memenuhi keinginanan jasmani dan rohani, seperti mengikuti gaya hidup dan sebagainya.

Kita adalah bangsa Indonesia, maka selayaknya kita melestarikan budaya kita. Bukan bersikukuh memperjuangkan budaya barat yang melegalkan alkohol, hubungan sesama jenis atau dikenal dengan LGBT. Kita adalah pemuda yang menjadi pondasi untuk generasi di masa akan datang.

Para pemuda jaman sekarang mungkin bertanya-tanya, dari tahun 1945 katanya merdeka, tapi kenapa sekarang berbeda. Dahulu, melawan penjajah banyak yang tumpah darah, kini malah oknum negara sendiri yang menjajah. Mereka yang susah payah berjuang kalah dengan yang “ber-uang”. Ataukah mungkin para pejabat yang punya ruang sehingga banyak rakyat kecil yang dibuang, yang sudah bekerja keras dan selalu berdoa setiap malam, bisa dikalahkan dengan koneksi bahkan jalur orang dalam? Sadar atau tidak, kita telah membenarkan drama politik yang telah rusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab

Wahai para pemuda yang sekarang diam melihat kemungkaran dan kerusakan di tanah airmu yang dalam hatimu engkau cinta, dan engkau banggakan!!! Bangkitlah dan lawan kezaliman dan kelicikan orang-orang yang ingin memecah belah kita. Tumbuhkan lagi kerja sama dan persatuan seperti para pendahulu, karena rakyat Indonesia membutuhkan pemuda pemuda seperti kalian. Bangunlah dari sifat apatis dan egois dan tanamkan jiwa nasionalisme serta patriotisme untuk menuju Indonesia yang bersatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar