Breaking News
Loading...

Minggu, 16 Oktober 2022

Pemateri Kharitatul Ulum Ungkap Salah Satu Sebab Paham Radikalisme, Ini Penjelasannya.

 

Pembawaan materi Kharitatul Ulum (Gambar: dok. Wawasan)

 

Wawasan, Kairo— Asrudin Nuddin AS, sebagai salah satu pemateri dalam acara Kharitatul Ulum yang diadakan di Baruga KKS pada Kamis (13/10), mengungkapkan bahwa tidak belajar peta keilmuan sebelum memulai terjun belajar nas-nas agama dapat menyebabkan seseorang terpapar radikalisme.

 

Tak hanya itu, ia juga menjelaskan bahwa ada seorang ustaz viral di Tanah Air yang mengomentari buku karangan ulama Makkah yang masyhur, yakni Syekh Muhammad Alawi al-Maliki yang berjudul Mafahim Yajib An Tusahhah (Pemahaman-pemahaman yang Wajib Engkau Benarkan) bahwa dalam kitab tersebut mengandung ajaran kesyirikan.

 

Ia melanjutkan bahwa ustaz yang viral itu tidak memahami ilmu bahasa sebelum membaca karangan ulama tersebut, sehingga dengan mudahnya menghukumi beliau musyrik. Inilah salah satu contoh yang diungkapkan oleh Asrudin.

 

Dalam sesi wawancara itu, ia mengibaratkan pengetahuan tentang peta keilmuan ini sebagai kompas untuk menuju ke tempat tujuan.

 

 “Purnama adalah salah satu kebesaran Tuhan, menjadi santapan bagi para pujangga dan sastrawan, di samping itu ia juga sebagai kompas, seperti dalam dunia One Piece, untuk menuju Laugh Tale membutuhkan kompas. Jika di One Piece kompas ini sangat penting, maka kharitatul ulum adalah kompas yang harus dimiliki oleh sang penuntut ilmu sehingga sampai pada pulau idaman yang diinginkan, dalam hal ini ilmu maqashid.” ungkapnya.

 

Di tengah wawancara, ia juga meceritakan ihwal sahabat Nabi. Ketika ayat turun, mereka dapat langsung memahaminya dengan benar dan tepat. Sangat jauh perbedaannya dengan kita yang hidup di zaman sekarang, di mana kita harus mempelajari beberapa ilmu wasail dulu sebelum memahami ayat Alquran dan hadis Nabi. Itu semua karena keadaan para sahabat dan orang-orang Arab di masa itu yang memiliki dzauq (keterikatan) yang tinggi dengan ilmu-ilmu wasail, sehingga tak mungkin meleset dalam memahami  Alquran dan sabda Nabi.

 

Ia pun mengutarakan betapa pentingnya penuntut ilmu mengetahui peta keilmuan sebelum mulai belajar, tidak hanya bagi azhari tapi juga seluruh tullab. Menurutnya, di Indonesia kesadaran tentang pentingnya peta keilmuan ini masih jarang diketahui secara mendalam, hanya kulit-kulitnya saja. Maka dari itu, program ini memiliki urgensitas yang tinggi untuk diadakan, melihat urgensinya dari latar belakang mahasiswa baru yang berbeda-beda dalam dasar ilmu,  khususnya ilmu agama.

 

Oleh karena itu, Ia berinisiatif mengadakan pembelajaran tentang peta keilmuan ini di tanah air, lebih tepatnya di Sulawesi. Bahkan sempat berkomunikasi dengan salah satu pimpinan pondok di sana tentang hal tersebut, yang kemudian berujung diaminkan. Adapun Inisiatif ini didasari oleh hasil observasi pribadinya perihal peta keilmuan yang diajarkan al-Azhar masih sangat minim didalami di Indonesia.

 

Di akhir wawancara, pria yang sempat menjabat sebagai Koordinator Departemen Pengembangan Intelektual KKS pada 2019 tersebut, memberikan pesan kepada para penuntut ilmu bahwa untuk mendapatkan buah dari ilmu itu tidak mudah. Harus dengan suluk dan menempuh jalan yang sulit. Ia juga mengutarakan bahwa setelah selesai dengan agenda Kharitatul Ulum ini, pengetahuan yang didapatkan harus diaplikasikan, agar dapat menjadi malakah (intuisi keilmuan) bagi si penuntut ilmu karena ada sebuah ungkapan yaitu “Practice makes perfect “ atau praktek akan membuat malakah itu hidup.


Reporter: Muhammad Arsyil

Editor: Ichsan Semma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar