![]() |
Ilustrasi Asian Hate (Gambar: news.detik.com) |
Oleh:
Muhammad Ichsan Semma
Sudah
tidak bisa dipungkiri bahwa Covid-19 telah menjadi momok bagi dunia dalam satu
tahun belakangan ini, siapa yang menyangka kemunculannya di Wuhan pada tahun
2020 lalu bisa mengubah cara kerja dunia sedrastis ini? Wajah bumi berubah
hanya dalam kurun waktu dua bulan, semuanya memburuk, benar-benar langkah
mundur yang eksplisit, chaos adalah
perumpamaan sempurna untuk menggambarkan kondisi dunia saat itu, semuanya
mengalami bukan hanya kemunduran melainkan kejatuhan total, mulai dari politik,
ekonomi, kesehatan, dan sosial, semuanya seakan terjun payung tanpa parasut,
kemunduran konstan yang nyaris tak terbendung, seiring berjalannya waktu,
perlahan-lahan manusia mulai bahu-membahu, memperbaiki tempat tinggal yang
sudah mereka eksploitasi sejak Zaman Paleolitikum. Perlahan namun pasti, semua
bidang khususnya bidang ekonomi dan kesehatan yang merupakan komponen paling vital
dan paling dibutuhkan pada proses ini mulai menunjukkan perkembangan dengan
konsistensi dan persistensi yang signifikan.
Dan
tibalah kita di tahun 2021, dimana istilah lockdown
mulai ditinggalkan dan orang-orang mulai beralih pada era baru bernama new normal. Masyarakat mulai
beraktivitas seperti biasa, meski masih harus mengikuti berbagai protokol
kesehatan yang ditetapkan sebagai syarat. Berbagai bidang penyokong tentramnya
dunia seperti ekonomi dan kesehatan mulai berdiri dengan kokoh, dunia sudah
bisa dinikmati dengan cara yang sama meski tidak persis.
Namun
euforia ini justru membuat banyak dari kita lalai dan lupa bahwa bumi belum sepenuhnya
sembuh, beberapa komponen yang terabaikan menjadikan kita makhluk apatis tanpa
kita sadari, salah satu yang paling mencolok belakangan ini adalah kasus
rasisme yang makin hari makin marak. Ironisnya, bukan hanya makin marak, kasus
ini pun mulai dianggap lumrah oleh masyarakat. Virus corona tidak hanya
membunuh ribuan manusia akan tetapi juga menghidupkan sentimen rasis terhadap
jutaan orang Cina dan orang Asia di seluruh dunia. Mirisnya, orang-orang Asia
juga ikut menjadi korban karena dianggap memiliki hubungan dengan Cina.
Menurut
Stop AAPI Hate, organisasi yang melacak insiden kebencian dan diksriminasi
terhadap orang Asia-Amerika dan kepulauan Pasifik, setidaknya tercatat ada 500
insiden diskriminasi dalam dua bulan pertama tahun ini. Jika dilihat setahun
terakhir, dari Maret 2020 hingga Februari 2021, angkanya mencapai 3.795
laporan. Mayoritas laporan mencatat 68% merupakan pelecehan verbal, sementara
11% melibatkan serangan fisik. Tidak hanya di Amerika, negara-negara seperti
Prancis dan Jerman pun tidak ketinggalan dalam kasus rasisme yang makin
menjamur. Di negara tempat menara Eiffel itu dilaporkan beberapa kasus
diskrimnasi terhadap sejumlah komunitas Asia. Sejumlah laporan menunjukkan
peningkatan signifikan dalam pelecehan dan serangan kekerasan terhadap
orang-orang yang berasal dari wilayah tertentu di Asia.
Beberapa
anak keturunan Asia seperti Cina, Korea, Vietnam, dan Jepang dikabarkan telah
dikucilkan dan diejek oleh teman-temannya di sekolah menengah di Paris
dikarenakan asal-usul etnis mereka, Sementara di Jerman sebuah majalah mingguan
bernama Der Spiegel pernah menerbitkan sampul kontroversial yang dianggap
beberapa orang menyalahkan Cina atas wabah tersebut dan memicu kebencian, anti-Asia
atau xenophobia.
Di Mesir
sendiri, sentimen dan kebencian yang menghasilkan diskriminasi serta pelecehan
secara verbal juga banyak ditemukan, umumnya dialami mahasiswa yang merantau
dan menuntut ilmu di negeri Kinanah tersebut. “Saya pribadi sudah mengalami
tiga kali perlakuan yang tidak mengenakan ini, beberapa hari yang lalu saya
lewat di depan sekelompok orang Mesir dan mereka menyoraki saya corona sembari
tertawa, saya pun menghampiri mereka dan menjelaskan bahwa saya berasal dari
Indonesia dan saya juga cek kesehatan di rumah sakit Al-Azhar. Teman saya
bercerita, ketika ia memasuki bus, ada tiga orang Mesir yang tertawa dan
menutup mulut mereka, seolah-olah takut akan terkena virus corona. Ada juga
seorang mahasiwa Indonesia yang dihujat oleh penjual daging di distrik 10 Kota
Kairo yang mengatakan bahwa ia adalah penyebab corona masuk ke Mesir,” ungkap
salah satu Mahasiswa Indonesia di Mesir pada laman facebooknya.
“Satu-satunya
hal yang patut dicintai adalah cinta itu sendiri dan satu-satunya hal yang
patut dibenci adalah kebencian itu sendiri,” demikian ungkap Badiuzzaman Said
Nursi, seorang cendikiawan muslim yang dikenal sebagai tokoh pembaharu Islam
dari Turki. Konteks kutipan tersebut sangat sederhana, pun sengat mudah
dipahami. Dimana pada kutipan tersebut dijelaskan bahwa satu-satunya hal yang
harus kita cintai adalah rasa cinta itu sendiri, karena dengan mencintai cinta,
kita secara tidak langsung akan membenci dan sangat anti pada satu hal bernama
kebencian, dan ketika kita sudah membenci kebencian itu sendiri, tidak akan ada
lagi alasan ataupun motivasi bagi kita untuk menebarkannya bukan?
Meningkatnya
sentimentasi terhadap Ras Asia merupakan sebuah naluri alami manusia dimana
kita tentu saja memiliki tingkat kewaspadaan tersendiri terhadap benua
asal-muasal virus ini muncul, namun yang sering kita lupakan atau mungkin yang
memang kita tidak pernah tahu adalah mereka pun ikut berjuang dalam memperbaiki
dunia yang sedang kacau ini, mereka pun ikut menderita dengan penderitaan yang
mungkin melebihi kita, mengingat secara teritorial mereka adalah daerah pertama
yang terinfeksi, Namun pada akhirnya kita semua berada dalam satu kesatuan
bernama kemanusiaan, bukan waktunya membeda-bedakan sesuatu yang pada
hakikatnya sama, pembenaran apapun akan terdengar bodoh ketika berusaha
meletakkan rasis diatas egaliter.
Maka dari
itu marilah kita bersama-sama bukan hanya menyebarkan cinta, tapi juga
menyebarkan kecintaan terhadap cinta, melalui jalur apapun, entah sosialisasi
daring ataupun luring, entah sosial media ataupun karya-karya tulis berupa
cerpen, opini, berita ataupun puisi, dengan tujuan membuat manusia paham bahwa
kita semua adalah manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar