Breaking News
Loading...

Minggu, 02 Mei 2021

Reinterpretasi pada Substansi Pendidikan yang Sebenarnya

 

Ilustrasi Pendidikan (Gambar: cendikiakids.wordpress.com) 

Oleh: Ryan Saputra 


Indonesia adalah negara yang penuh dengan sejuta potensi luar biasa. Di masa silam, negeri ini dikenal sebagai bangsa yang penuh akan corak budaya dan interaksi sosial yang unik, di mana setiap pelancong luar akan dibuat kagum akan budi pekerti sebagai ciri khas bangsa kita saat itu. Atas dasar inilah, mindset orang-orang Barat dan Timur menggambarkan bahwa bangsa Indonesia itu memiliki budi pekerti yang begitu luhur.

 

Apa sebenarnya budi pekerti itu? Budi pekerti memiliki persamaan makna dengan kata akhlâq dalam bahasa Arab, dan etics dalam bahasa Inggris. Secara umum, budi pekerti berarti sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya. Dari sini dapat kita ketahui bahwa budi pekerti itu merupakan suatu hal yang hidup beriringan dan memberi pengaruh yang signifikan terhadap tiap insan.

 

Mari kita tinjau juga kehidupan di masa modernisasi saat ini. Kita lihat begitu banyak orang yang penuh prestasi, berbagai cara dilakukan demi meningkatkan kecerdasan intelektual semata, jenjang pendidikan telah diraih setinggi-tingginya, dengan tujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berbagai kesenangan yang sifatnya material semata. Jika kita menggali konsep kehidupan di masa modernisasi saat ini secara mendalam, timbullah sebuah tanda tanya besar dalam benak kita, jika memang tujuan setiap insan di era ini adalah peningkatan kecerdasan intelektual, mengapa negeri ini masih belum bisa damai dan tenteram?

 

Berdasarkan hasil penelitian para ahli jiwa modern, kecerdasan seorang insan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

 

1.       Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan insan yang meliputi kemampuan berpikir, berhitung, bernalar, berimajinasi, dan mengolah informasi dari sesuatu yang telah ditangkap oleh panca indera.

 

2.       Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan insan yang meliputi kemampuan pengendalian emosi, perasaan, kejiwaan, pengendalian tingkah laku, serta kemampuan untuk melakukan interaksi sosial dengan sesamanya.

 

3.       Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan insan yang dapat mengolah informasi yang bersifat astral (ghâib), kepercayaan dan keyakinan (aqidâh/faith), dan segala sesuatu yang menyangkut hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

 

Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa, budi pekerti menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan kecerdasan setiap insan. Karena jika kita melihat keadaan dunia pendidikan sekarang ini, khususnya di Indonesia sudah banyak ajaran-ajaran yang telah merasuki para penerus bangsa, baik itu karena faktor eksternal maupun dari segi faktor internal. Bahkan, kita tidak menyadari bahwa ajaran-ajaran yang telah merasuki generasi penerus bangsa ini tidak sesuai dengan budaya negeri kita.

 

Padahal jika kita mengingat sejarah Indonesia dulu, banyak tokoh-tokoh pengajar dan pendidik yang luar biasa, salah satunya adalah yang kita kenal dengan ‘Bapak Pendidikan’, yaitu Ki Hajar Dewantara. Sebenarnya apa yang bermasalah dengan pendidikan nasional yang belum berhasil membangun karakter bangsa sesuai dengan yang dicantumkan dalam Pancasila, UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003? Jawabannya sederhana saja, karena saat ini orang-orang sedang mengalami krisis budi pekerti atau kurangnya pendidikan karakter.

 

Bisa kita bercermin di negara-negara Barat, di era modernisasi ini bagaimana mereka mempraktekkan ajaran Islam ke dalam sendi-sendi kehidupan dan interaksi sosial (muâmalah) yang mereka terapkan, karena mereka percaya dengan budi pekerti akan mengantarkan seseorang untuk menjadi insan yang cerdas secara emosional maupun intelektual. Alasan mengapa budi pekerti begitu penting ialah karena budi pekerti merupakan sebuah fase yang harus kita tempuh terlebih dahulu untuk mendapatkan kecerdasan intelektual (Buya Hamka, 2018: 44). Budi pekerti tidaklah hanya sesama insan, namun bagaimana berbudi pekerti kepada Tuhan Yang Maha Esa dan kepada seluruh ciptaan-Nya selain dari insan itu sendiri.

 

Membuat orang untuk berkarakter adalah tugas pendidikan. Esensi pendidikan adalah membuat manusia dengan sebenar-benarnya manusia, yaitu menjadikan manusia yang baik dan berkarakter. Ki Hajar Dewantara pernah berkata, “dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”

 

Pendidikan terwujud melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini terjadi tidak hanya sekedar pada tahap transfer pengetahuan (knowledge) semata, melainkan juga pada tahap transfer keterampilan (skill) hingga pada tahap transfer nilai-nilai (values), yaitu nilai-nilai kehidupan pada umumnya dan nilai-nilai spiritual keagamaan. Tahap inilah yang pada akhirnya mengarah kepada pembentukan karakter (character).

 

Salah satu mantan presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt memiliki pemikiran yang menarik terhadap adanya pendidikan karakter ini. Ia mengatakan bahwa mendidik seseorang tanpa mendidik karakternya adalah cara mendidik yang menyebabkan ancaman terhadap lingkungan masyarakat. Artinya, orang yang cerdas dan memiliki intelegensi yang tinggi, ketika memiliki karakter yang rendah, justru akan menyebabkan ancaman bagi lingkungan sekitarnya. Ketika tingkat karakter individu rendah, akan menyebabkan individu tersebut dapat menimbulkan kerusakan, mereka akan melakukan apapun yang mereka mau tanpa mempedulikan lingkungan sekitar.

 

Pendidikan pada akhirnya adalah pembangunan karakter. Proses pembelajaran yang bermuatan pendidikan karakter itu dapat kita implementasikan dari ajaran pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara melalui Trilogi Pendidikan yang diajarkannya, yaitu tut wuri handayani, ing madya mangun karsa, ing ngarsa sung tulada. Arti dari semboyan Trilogi Pendidikan ini adalah:

 

Tut Wuri Handayani, (dari belakang, seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan);

 

Ing Madya Mangun Karsa, (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide); serta

 

Ing Ngarsa Sung Tulada, (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik).

 

 Maka dari itu, sangatlah penting bagi lingkungan sekolah untuk dapat menekankan pendidikan karakter dengan baik dan efisien, sehingga menghasilkan lulusan yang cerdas, berkeilmuan tinggi, dan peduli dengan lingkungan. Sudah waktunya guru-guru meninggalkan metode lama mengajar yang hanya sekadar melaksanakan tuntutan tugas dan mengejar target kurikulum semata. Guru yang bukan hanya sekedar mengajar, tapi juga dengan mendidik.

 

Aktualisasi ajaran Ki Hajar Dewantara di era globalisasi ini untuk membangun karakter bangsa, sudah sangat mendesak diterapkan. Kalau itu dilakukan, Indonesia akan bebas dari predikat negara terkorup, birokrasi terburuk, dan lainnya yang semuanya itu disebabkan lemahnya sistem pendidikan yang berkarakter budaya Indonesia. Perlu langkah bersama untuk mewujudkannya sehingga Indonesia berubah jadi bangsa berkarakter tinggi.

 

Dari paparan diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa karakter merupakan hal yang sangat kita butuhkan untuk memajukan negara dan membentuk pribadi yang lebih baik lagi. Sebagaimana syair Syauqi Beq sebagai berikut:

 وَإِنَّمَا الْأُمَمُ الْأَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ   *  وَإِنْ هُمُّ الْذَّهَبَاتُ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُهُ

Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Buya Hamka ke dalam sebuah pantun yang berbunyi:

Tegak rumah karena sendi

Runtuh sendi rumah binasa

Sendi bangsa ialah budi

Runtuh budi runtuhlah bangsa

 

Selamat Hari Pendidikan

“Serentak bergerak, wujudkan merdeka belajar.”

 

 

Referensi:

Hamka, B. 2016. Lembaga Budi. Jakarta: Republika Penerbit.

Hamka, B. 2015. Tasawuf Modern. Jakarta: Republika Penerbit.

Hoetomo M.A. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Belajar.

Wandy, Ringgana. 2021. Pentingnya Guru Menerapkan Pendidikan Karakter untuk Peserta Didik https://www.ruangguru.com/blog/pentingnya-pendidikan-karakter-untuk-anak (diakses 1 Mei 2021)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar