Breaking News
Loading...

Minggu, 19 April 2020

Refleksi 43 Tahun Kerukunan Keluarga Sulawesi


Baruga Sulawesi (Dok. BO Perpusdok KKS)
Oleh: Nurul Intan Azizah Dien

Empat puluh tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah perjalanan. Empat puluh tiga tahun juga bukan umur yang sedikit untuk suatu organisasi. Tentu ada keringat, air mata, dan pikiran yang terus dikucurkan demi keberlangsungan organisasi tersebut. Semakin kokoh dengan asas solidaritas dan kekeluargaan yang dijunjung tinggi bersama. Pepatah sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai menjadi pegangannya.
Saya pribadi memang belum lama berada di tengah-tengah keluarga ini. Namun, bukan berarti saya tidak cukup mengenalnya. Jejak digital, berderet piala kejuaraan, dan piagam penghargaan yang dipajang di rumah kita (baca: Baruga Sulawesi) menjadi bukti gemilangnya para putra-putri KKS. Risalah Magister dan Doktoral yang berjejer memenuhi rak buku perpustakaan pun menjadi penguat bahwa KKS tidak hanya ditakuti di lapangan, tetapi juga disegani di bidang keilmuwan.  Putra-putri KKS juga tidak pernah absen menjadi motor penggerak dengan ide dan gagasan cemerlang dan inovatif yang mereka sumbangkan.
Di kalangan Masisir, beberapa putra KKS sempat menduduki posisi nomer satu pada zamannya, diantaranya Pak Amin Samad dan Pak Nur Samad Kamba.
Klub AMC, baik Tim Voli maupun Tim Sepakbola atau Futsal juga tak jarang muncul sebagai juara di berbagai kejuaraan. Dalam hal musik, grup band KKS juga pernah berjaya pada masanya.
Di bidang literasi kepenulisan, ada Pak Syarifuddin Abdullah sebagai pencetus berdirinya Buletin Terobosan (salah satu media yang ada di Masisir) yang tidak diragukan kepiawaiannya dalam mengolah kata. Beliau juga yang mendirikan media Wawasan demi menampung tulisan para anggota KKS yang saat itu terbilang sangat produktif. Walaupun tulisan-tulisan yang diterbitkan oleh Buletin Baiquni sangat ditunggu-tunggu oleh para elit KBRI.
Lebih luas lagi, bisa kita lihat deretan nama-nama putra-putri KKS yang menghiasi wajah Indonesia. Sebut saja Abi Quraish Shihab, seorang ulama kharismatik  yang telah menelurkan Tafsir al-Misbah. Beliau menyabet gelar Doktor dari Universitas al-Azhar al-Syarif.  Beliau juga merupakan ketua perkumpulan pelajar Sulawesi kala itu. Januari silam, beliau dianugerahi Bintang Tanda Kehormataan Tingkat Pertama bidang ilmu pengetahuan dan seni oleh Pemerintah Mesir, penghargaan ini juga pernah diberikan kepada Grand Syeikh Muhammad Musthafa al-Maraghi dan Grand Syeikh Mahmoud Syaltout Rahimahumullah.
Sezaman dengan beliau, ada Prof. Dr. Huzaemah T. Yanggo, perempuan Indonesia pertama yang mendapat gelar Doktor di al-Azhar al-Syarif dengan predikat Mumtaz. Beliau merupakan pakar Usul Fikih yang menduduki salah satu posisi tertinggi di Majelis Ulama Indonesia dan menjadi rektor di Institut Ilmu Quran, Jakarta.
Mereka adalah sebagian kecil dari para pahlawan yang menorehkan tinta emas dalam sejarah KKS. Hati saya bergetar tatkala mendengar rentetan perjalanan kisah mereka. Apalagi jika mendengar langsung dari lisannya, masyaallah.  Suatu kesyukuran bisa duduk bersisian dengan Prof. Huzaemah ketika berkunjung ke Baruga Oktober silam. Ada kebanggan tersendiri menjadi ‘adik kelas’ dari para tokoh berpengaruh ini.
Tentu telah menjadi harapan semua orang, agar generasi penerus KKS bisa meniru jejak para tokoh, bahkan menjadi lebih baik. Namun, pada kenyataannya apa yang diharapkan belum benar-benar menemui titik terang. Eksistensi KKS di dunia Masisir makin hari makin pudar. Tim AMC Voli yang biasanya menjadi bintang lapangan, sekarang harus berlapang dada dengan sering menerima kekalahan. Menjadi inisiator di Masisir? Mungkin perlu dipertanyakan.
Begitupun dalam urusan akademis. Sudah jarang kita temui nama KKS muncul di permukaan dengan capaian prestasinya. Tahun 2018 lalu, KKS hanya mampu menjadi salah satu nominator Kekelurgaan Terbaik dalam bidang akademis dalam program PPMI Award. Produksi Doktor juga mengalami penurunan. Bahkan tingkat kegagalan (baca: rasib) dalam ujian yang kian bertambah.

Sudah sepantasnya menghadirkan pertanyaan, dimana ruh KKS yang dulu?

Dengan jumlah warga KKS yang terus bertambah di tiap tahunnya, harusnya lebih banyak lagi prestasi-prestasi yang diraih oleh KKS. Apakah bertambahnya kuantitas justru mengurangi kualitas? KKS tidak kehilangan orang cerdas. Juga tidak kehabisan orang kreatif. KKS menyimpan banyak potensi. 
Saat ini, yang KKS butuhkan adalah orang-orang yang peka, peduli, dan mampu memanfaatkan apa yang selama ini kurang diperhatikan. Sebelum nantinya kita kembali kehilangan sosok-sosok emas yang harus mengabdikan dirinya di Tanah Air, mari kita serap apa yang ada dalam diri mereka, baik ilmu, semangat, maupun keberkahan.
Jangan sungkan untuk mendatangi Ustaz Mahkamah Mahdi, kandidat doktor di Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab, Universitas al-Azhar spesialisasi Usul Fikih. Nama beliau tentu sudah tak asing lagi di dunia Masisir. Istri beliau, Ustazah Meyfi Datunsolang saat ini pun sedang menyelesaikan tesisnya dan menjadi pemateri tetap di Kajian Fikih Wanita yang rutin diadakan oleh Keputrian KKS.
Untuk permasalahan akidah ataupun tasawuf, ada Ustaz Andi Ridwan, kandidat doktor Akidah Filsafat, Universitas al-Azhar. Beberapa senior juga sedang menempuh jenjang magister di bidang yang sama.
Ingin memperdalam bahasa Arab, Ustazna Bahtiar Nawir sering mengisi kajian kitab-kitab penunjang bahasa Arab. Di bidang Tafsir, bisa kita temui Ustaz Fakhrul Wasil Galib, studi magister beliau tempuh di dua tempat, Universitas al-Azhar jurusan Tafsir dan Daar al-Ifta.
Putra-putri KKS juga tidak sedikit yang dianugerahi bakat yang luar biasa, seperti Ustaz Mukhlis Latasi yang pernah menjuarai MTQ tingkat Internasional. Tentunya masih banyak lagi yang belum saya sebutkan di sini. Tinggal bagaimana kita bisa menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya.
Kesadaran diri adalah hal yang paling dibutuhkan oleh kita hari ini. Baik senior maupun junior, setiap kita punya peran penting untuk mengembalikan kejayaan KKS, untuk melahirkan kembali generasi-generasi cemerlang KKS. Tak ragu memberi, tak sungkan meminta.
Tinta emas KKS belum habis. Mari kita bersama-sama menggunakannya untuk menulis sejarah hebat KKS di masa yang  akan datang. Apa yang kita mulai, harus kita selesaikan. Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai.
Dirgahayu Kerkunan Keluarga Sulawesi.
  
Kairo, 18 April 2020.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar