Breaking News
Loading...

Sabtu, 16 Maret 2019

Menyoal Legalitas Musik dalam Islam





Oleh: Mufas

Minat sebagian besar Masyarakat Indonesia di Mesir (Masisir) terhadap musik terbilang cukup tinggi. Hampir di tiap acara Masisir, hiburan musik ditampilkan oleh panitia acara. Misalnya, saat pelaksanaan Forum Kaderisasi Anggota di Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS). Di antara peserta ada yang menampilkan selawatan, menyanyi solo, dan juga ada yang tampil dengan iringan alat musik. Lagu yang dinyanyikan pun beragam, mulai dari lagu tradisional masing-masing daerah, lagu populer, hingga nasyid.
  
Merujuk pada KBBI, musik adalah seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan  kesinambungan. Menurut Adjie Esa Poetra, salah seorang ahli musik Indonesia, seni musik adalah bunyi yang teratur, bukan saja bersifat moral normatif, melainkan juga diakui selaras yang berdasarkan ahli hitung fisika. Menurut pakar pendidikan musik, Pono Banoe, musik adalah cabang seni yang menjelaskan tentang berbagai macam suara dalam pola yang dapat dipahami oleh manusia. Dalam kitab Al-Bayaan li maa Yusygilu al-Adzhaan, Syeikh Ali Jum’ah menjelaskan bahwa kata musik berasal dari Bahasa Yunani yang berarti seni memainkan alat-alat musik. Secara istilah, musik adalah suatu seni yang dengannya diketahui keadaan-keadaan nada dan ritme, tata cara penyusunan melodi dan pembentukan instrumen. Kata musik juga diartikan sebagai  suara yang keluar dari alat musik. 

Tidak mengherankan jika sebagian orang suka dengan musik. Musik memang merupakan salah satu di antara cara menghibur hati. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh  Syeikh Ali Jum’ah, dalam kitab Al-Bayaan li maa Yusygilu al-Adzhaan menukil dari Imam Al-Gazali, bahwa musik itu adalah obat bagi hati yang letih.

Kendati demikian, sebagian kecil dari kalangan Masisir, ada yang beranggapan bahwa hal tersebut merupakan hal yang haram. Sebagian kecil kelompok Masisir ini secara tidak langsung menganggap bahwa apa yang digemari dan dilakukan oleh sebagian besar Masisir lainnya, yaitu bermusik pada berbagai acara merupakan perbuatan haram. Imbasnya, gesekan antar dua kelompok  tersebut tidak dapat dihindari. Kelompok pertama kekeh dengan pembolehan musik, sedang yang kedua bersikeras melarang penggunaan musik.

Pada dasarnya, untuk mengetahui hukum suatu perkara, kita perlu memahami pembagian ranah perkara tersebut dari konteks agama. Secara garis besar, perkara dalam agama terbagi menjadi dua, perkara prinsipil (asal) dan perkara khilafiah (cabang). Bila melihat pembagian ini, maka musik tidak termasuk dalam pembahasan prinsipil dari agama. Musik adalah perkara khilafiyah fiqhiyah. Yang mana, di dalam perkara tersebut bisa saja terjadi perbedaan pendapat. Nah, tersebab musik merupakan perkara khilafiah, maka bukan barang baru apabila di antara ulama, ada yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan. Adapun para ulama yang berbeda paham dalam hukum musik, mereka adalah ulama yang pendapat-pendapatnya diakui. merupakan hal yang boleh, untuk mengikuti salah satunya.  

Terlepas dari perbedaan ulama dalam menghukumi musik, secara eksplisit belum ada nash syar’iy (teks ayat Al-Qur`an dan Hadis) yang menyatakan pengharaman atau pembolehan musik. Jika ada, maka khilaf mengenai musik tentu tidak akan terjadi. Di antara ulama yang membolehkan instrumen dan memainkan alat musik adalah Imam Al-Gazali rahimahullah. Beliau mengatakan bahwa  nyanyian adalah obat bagi hati yang jenuh. Maka musik adalah sesuatu yang dibolehkan. Akan tetapi sebagaimana obat pada umumnya, Imam Al-Gazali melarang untuk berlebih-lebihan dalam menikmati musik supaya tidak justru overdosis. Imam Al-‘Izz ibnu Abdi al-Salam mengatakan bahwa di antara cara menenangkan hati adalah juga dengan nyanyian yang disertai alat atau tanpa alat. 

Namun, para ulama sepakat mengenai keharaman musik yang berisi perkataan keji, kefasikan, atau perkataan yang menjerumuskan ke dalam maksiat. Syekh Ali Jum’ah menyimpulkan bahwa nyanyian yang disertai alat atau tidak, merupakan sesuatu yang boleh selama tidak mengundang kemaksiatan dan tidak bertentangan dengan syariat.

Nah, menjaga persatuan umat Islam supaya tidak rusak akibat perbedaan pandangan mengenai hukum musik merupakan hal yang paling utama. Bagi Masisir hendaknya memilih musik yang baik. Pun mereka yang bersikeras melarang musik tersebab pengharamannya, baiknya  dapat memandang perbedaan pendapat para ulama terkait hukum musik sebagai sebuah rahmat bagi umat. Sebagaimana sabda Rasulullah,“Ikhtilâfu ummatiy rahmatun”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar