Breaking News
Loading...

Rabu, 24 Oktober 2018

Syekh Abdul Halim Mahmud Pencetus Reformasi Al-Azhar

Sumber Gambar: (http://www.nu.or.id/o-client/nu_or_id/pictures/post/big/145742780656de955eb7b09.jpg)


Oleh: Muhammad Ibrahim Arfah


Tanggal 12 Mei I9I0 M tepat dengan 1 Jumadil Awwal 1328 H, desa as-Salam, Bilbies, Zaqaziq, Provinsi Kairo, Mesir, menjadi saksi bisu atas kelahiran seorang anak yang kelak akan  menjadi imam besar . Terlahir dari keluarga yang masih memiliki garis nasab dengan Sayyidunaa ‘Ali bin Abi Thalib ra . Ayah beliau bernama Syekh Mahmud Ali, seorang hakim desa yang tidak sempat menamatkan studinya di Al-Azhar.

 Dengan semangat dan tekad kuat sang ayah , tahun 1923 M beliau kemudian dimasukkan ke sekolah al-Azhar di Kairo untuk menimba ilmu, yang akhirnya bisa menghafal al-Qur’an dan memahami banyak cabang ilmu. Waktu itu al-Azhar tidaklah seperti sekarang ini, pada masa beliau al-Azhar antara masjid dan lembaga pendidikannya masih memiliki ikatan yang cukup erat satu sama lain, sehingga pembelajaran masih dilakukan di masjid.

Dua tahun menuntut ilmu di al-Azhar Kairo, tahun 1925 M dibangunlah kemudian cabang al-Azhar di Zaqaziq. Melihat kedekatan beliau dengan kedua orang tuanya juga, akhirnya beliau diminta kembali dan dipindahkan kesana. Setelah tamat dari al-Azhar cabang Zaqaziq, beliau kembali ke Kairo untuk memperdalam ilmunya kebebarapa masyaikh. Beberapa tahun kemudian setelah berkhidmah dengan para masyaikh, beliau berhasil menjadi penerima termuda Syahadah al-Alamiyah. Betapa bangga ayah beliau atas perolehan tersebut, disamping beliau juga telah menjadi tenaga pengajar yang dicita-citakan ayahnya dulu.

Setelah mendapat kehormatan dari al-Azhar, Oktober 1932 M beliau kemudian menuju ke Paris tepatnya Universitas Sorbonne untuk melanjutkan studinya. Beliau senang dengan suasana Paris karena kebersihan dan sikap penduduknya yang selalu tepat waktu.

Dua hal yang beliau kenang semasa hidupnya di Perancis, pertama adalah adanya pertentangan warga setempat dengan ajaran-ajaran Islam dan yang kedua adanya penduduk-penduduk Paris sendiri yang memeluk agama Islam, dua hal yang bertentangan terjadi dalam satu waktu dan tempat. Di mana kondisi seperti itu tidak menutup akan timbulnya sebuah masalah. Salah satunya, adanya tindakan dosen yang kurang berkenan. Tapi beliau tetap maju dan menjadikannya sebuah tantangan yang harus bisa dilewatinya.

Dengan dibimbing langsung oleh Louis Messignon, seorang orientalis yang sangat tersohor pada zamannya, beliau berhasil meraih gelar doktornya pada tanggal 8 Juni 1940 M dan menyelesaikan tesisnya yang berjudul  “al-Harits bin Asad al-Muhasibi” dalam ilmu tasawuf, selama dua tahun setelah pembuatan diplomasi resmi al-Azhar dengan pemerintah Paris tahun 1938 M, beliau juga memperoleh predikat syaraf (kehormatan), serta karya beliau diterbitkan yang kemuadian diterjemahkan kedalam bahasa Perancis.

Sekembalinya dari Perancis, beliau langsung diberi amanah untuk menjadi seorang dosen pada kuliah bahasa Arab di al-Azhar, kemudian pada tahun 1964 M tepat tahun 1384 H beliau diamanahi menjadi dekan kuliah. Selang beberapa tahun, beliau kemudian diangkat menjadi salah satu anggota Majma’ al-Bu’uts al-Islami dan berlanjut lagi hingga naik sebagai Sekretaris Jendral Majma’ al-Bu’uts al-Islami. Kemudian pada tahun 1970 M tepat pada tahun 1390 H, beliau mulai menjabat sebagai Wakil Rektor al-Azhar al-Syarif,  yang kemudian setelah memegang jabatan sebagai Wakil Rektor, beliau akhirnya diminta kemudian dipilih dan diangkat untuk menjadi Menteri Perwakafan Mesir.

Pada masa jabatan beliau sebagai Menteri Perwakafan Mesir, beliau berhasil mengembalikan harta yang berhak diperoleh al-Azhar yang telah disalah gunakan dulu.  Dalam langkah pengembalian harta wakaf tersebut, beliau mulai membangun 1500 masjid yang layak adanya, membentuk pusat-pusat tahfidzul qur’an diseluruh kota dan provinsi, membuka perpustakaan siap baca disetiap masjid,  mengoptimalkan seluruh peran-peran ma’had ibtidaiah dan ma’had sanawiah al-Azhar, ma’had askariyah (militer) serta ma’had yang dikhususkan bagi pelajar putri.

Masyhur dengan ketawadukannya, lagi berilmu luas dengan akal yang jernih ditambah pengalaman beliau di Perancis, membuat cara pikir beliau cukup berbeda dari banyak orang di dekatnya. Tak lama setelah menjabat sebagai Menteri Perwakafan Mesir, akhirnya beliau ditunjuk sebagai Grand Syekh al-Azhar tepat pada tahun 1973 M yang ke-46 setelah Syekh Muhammad al-Fahham. Beliau juga menggagas sebuah Undang-Undang Negara No. 1098 tahun 1974 demi memperbaiki seluruh kepengurusan al-Azhar, agar terlepas dari banyaknya tekanan pemerintah, sehingga al-Azhar kembali independen atas segala urusannya. Menyelesaikan banyak kendala, memberi banyak terobosan baru, perluasan fakultas ke beberapa daerah, dan mengisi banyak majelis ilmu.

Akhir pengorbanan beliau demi mengembalikan tanah muslim dari Israel sebagai penasehat presiden kala itu, Anwar Sadat, juga berbuah manis dengan direbutnya benteng Bar Lev, mengembalikan baitul maqdis dan hak-hak orang Palestina. Menentang banyak aliran keras yang merusak akidah, mencetak al-Qur’an al-Karim dengan menjaga rasmul utsmaani yang hampir saja dicetak salah oleh Israel serta membangun kekuatan Islam dari berbagai aspek yang berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits, maka Syekh Abdul Halim Mahmud telah menunaikan kewajibannya  sebagai seorang Grand Syekh al-Azhar dengan baik. Selesailah amanat yang harus dipikul beliau seiring berpulangnya ke rahmatullaah pada tanggal 17 Oktober 1978 M, dan beliaulah salah satu contoh sebaik-baik manusia yang patut diteladani.














          


Tidak ada komentar:

Posting Komentar